Ibu Kena Stroke Ringan

14 Januari 2016, saat itu di televisi sedang ramai berita pengeboman yang dilakukan oleh sekelompok teroris di Jakarta. Semua media tertuju matanya pada situasi tersebut. Banyak orang – orang yang melaporkan kejadian dengan mengupload foto maupun video di media sosial. Berita duka dikabarkan bahwa ada polisi yang mengamankan tempat kejadian dan tertembak oleh para teroris.

Berita tersebut terjadi pagi hari sekitar pukul 10.00 WITA. Sambil melihat berita tersebut di media online, saya berangkat saja ke kantor dengan tidak memikirkan hal – hal tersebut lebih jauh lagi. Ibu pagi itu juga sempat berpamitan akan kontrol ke rumah sakit. Selama 2 tahun terakhir Ibu memang harus kontrol ke rumah sakit karena sebelumnya teridentifikasi mengidap diabetes.

Semua terlihat biasa saja, tidak ada tanda – tanda aneh. Sore hari menjelang pulang jam kantor, saya mendapat telpon dari istri mengabarkan bahwa Ibu sedang sakit. Katanya tanda – tanda stroke. Kejadiannya sekitar pukul 16.00 sore saat menyapu halaman rumah. Tiba – tiba saja, tubuh bagian kanan perlahan terasa lemas.

Bapak yang kebetulan berada dirumah saat itu lalu mengurut dan memijit jari – jari Ibu. Merasa sedikut lebih baik, Ibu sempat menyiram tanaman di kebun sebelah. Kurang lebih 2 jam berlalu, badan Ibu mulai kembali lemas. Barulah saat itu, istri saya menelpon, dan saya langsung meminta untuk diajak ke rumah sakit.

Mengingat jarak yang saya tempuk untuk pulang cukup jauh (sekitar 1 jam dari kantor menuju rumah), saya meminta Pak Desta untuk mengantarkan Ibu. Sesampai dirumah, Ibu ternyata tidak diajak ke rumah sakit, melainkan ke dokter syaraf, karena Bapak masih menunggu saya untuk berdiskusi.

Malam itu juga, saya langsung ajak Ibu ke rumah sakit agar mendapatkan pertolongan yang lebih cepat. Untung saja, jarak waktu terkena serangan dan pertolongan pertama tidak terlalu lama berselang. Karena menurut dokter, jika tidak diberikan tindakan lebih awal dan lebih dari 8 jam, pembuluh darah di otak bisa saja ada yang pecah, sehingga terjadi pendarahan yang mengakibatkan keadaan bertambah parah.

Ibu di opname di rumah sakit Kasih Ibu, Tabanan selama kurang lebih satu minggu, dan harus menjalani terapi selama tiga bulan. Kami melakukan terapi di Gubug banjar Taman, dekat dengan sekolah Kirana dan Kevan.

Sekarang, Ibu sudah bisa berjalan, meskipun masih belum normal. Tangan kanannya masih belum bisa mengangkat dengan sempurna, tetapi sudah bisa digunakan untuk beraktivitas sehari – hari.

Kami memang memiliki riwayat keluarga terkena stroke. Paman (kakak bapak), bibi dan kakek saya  juga terkena stroke. Namun pada saat itu sekitar tahun 90an belum ada pengobatan seperti sekarang. Sehingga mereka total tidak bisa beraktivitas dan lumpuh pada waktu itu. Ibu dan Bapak yang merawat mereka sewaktu sakit. Merawat kerabat yang terkena stroke bertahun – tahun membuat mereka menjadi trauma, dan sekarang harus melaluinya sendiri.

Mudah – mudahan kondisi Ibu semakin membaik hari demi hari, dan cepat bisa beraktivitas normal seperti biasanya.