Beberapa tahun yang lalu, tiba-tiba muncul pertanyaan dalam hati kecil saya mengenai tujuan hidup. Pada saat itu saya sedang merenung mengingat beberapa memory tentang masa lalu dan memikirkan apa yang akan saya lakukan dimasa depan.
Semakin lama, renungan itu semakin dalam yang akhirnya membuat saya bertanya dalam hati, “Lalu tujuan hidupku ini apa?”
Saya adalah tipe orang yang kalau sudah memulai dan fokus pada satu hal, maka saya harus bisa menyelesaikannya dengan baik. Meskipun harus bekerja keras untuk mendapatkan apa yang saya inginkan tersebut. Terkadang saya bisa menjadi nekat untuk mengorbankan segala hal agar tujuan tersebut tercapai.
Memang, dengan kerja keras saya dapat mencapai keinginan materi yang cukup dan selalu saya syukuri. Namun ternyata, keinginan – keinginan lain datang silih berganti dan tidak pernah berhenti. Terkadang keinginan-keinginan tersebut mengusik dan memberikan tekanan.
Lalu saya sadar, yang sesungguhnya saya cari bukanlah materi. Materi hanya akan membuat saya menjadi semakin terusik dan tertekan. Namun saya juga sadar, tanpa materi yang cukup saya tidak akan mampu memberikan makan anak dan istri saya. Terutama pendidikan untuk anak-anak kelak. Jadi opsi untuk tetap bekerja keras tidak bisa saya tinggalkan begitu saja.
Suatu hari, saya berdiskusi dengan istri mengenai hidup. Perbincangan kami mulai dengan topik menjalani hidup apa adanya. Sederhana dan tidak terlalu berambisi agar hidup berjalan dengan tenang. Rasanya kalau hanya sekedar untuk makan, kami bisa melalui hidup. Dengan demikian kami bisa lebih fokus untuk mempersiapkan bekal kami di hari tua. Lebih mendekatkan diri pada yang diatas dan hidup bermasyarakat lebih baik.
Tantangannya adalah, bagaimana membuat kebutuhan materi dan spiritual itu menjadi seimbang. Selalu harus ada yang dikurangi porsinya jika kita ingin berhasil pada suatu hal. Dalam hal ini, kami ternyata masih belum siap untuk mengorbankan aktivitas mencari materi karena masih ada beban dan tanggung jawab yang besar dipundak kami untuk membesarkan anak-anak. Lingkaran kehidupan kami masih menuntut kami untuk mencari materi.
Saya semakin bimbang, bagaimana saya bisa mendapatkan ketenangan hidup, namun tanpa harus mengorbankan masa depan anak-anak kami. Mulailah saya mencari – cari bahan bacaan di internet untuk menjawab pertanyaan tersebut.
Sebuah artikel di Wikipedia kemudian menjawab semuanya dan meyakinkan saya tentang tujuan hidup manusia. Saya diingatkan konsep yang telah diajarkan oleh agama saya tentang tujuan hidup yaitu Catur Asrama dan Catur Purusha Artha.
Saya tidak akan membahas terlalu banyak tentang konsep tersebut, karena saya yakin Anda yang beragama Hindu sudah lebih mengerti hal tersebut. Kedua konsep tersebut saling berkaitan satu sama lain.
Dari membaca artikel tersebut, sekarang saya lebih mengerti dan memahami bahwa tujuan hidup manusia telah dibagi berdasarkan umurnya masing-masing.
Pada umur saya saat ini sampai nanti kira – kira sudah mencapai 48 tahun, saya memang seharusnya memiliki nafsu (kama) untuk mencari artha yang berlandaskan dharma. Porsi mempelajari spiritual untuk memperoleh kelepasan dalam tahap ini barulah sekedar persiapan saja. Boleh dibilang, baru sekedar mempelajari teorinya saja, belum dipraktekan.
Sampai akhirnya nanti pada umur 48 keatas, barulah teori tersebut mulai harus dipraktekan dan sedikit demi sedikit harus meninggalkan keterikatan akan nafsu dan keinginan untuk mencari artha, sebelum nanti mencapai masa Sanyasa yaitu benar – benar melepas keterikatan tersebut.
Dengan mengetahui itu, saya mulai tersadar akan tujuan hidup saya. Namun, kembali saya tersadar akan satu hal. Umur manusia tidak ada yang tahu. Apakah saya akan memiliki kesempatan untuk menjalani kehidupan berdasarkan pakem tersebut atau tidak.
Entahlah, yang harus saya lakukan saat ini adalah mencoba menjalaninya sebaik – baiknya. Seandainya nanti saya harus menghadap beliau lebih awal, saya harus yakin dan memberikan kepercayaan penuh kepada anak-anak, jika mereka pasti bisa menjalani hidup dengan baik. Setidaknya, mereka bisa mencari makan sendiri. Syukur jika mereka telah bisa mendapatkan kehidupan yang lebih, sehingga dapat berbagi dengan yang lain.
Mudah – mudahan saya selalu ingat akan tujuan hidup ini. Semoga setiap tingkatan dapat saya lalui dengan baik. Dapat mencapai apa yang seharusnya saya capai dan mampu melepaskan apa yang seharusnya saya lepaskan pada masanya.