Filosofi Kopi Susu, Cara Pandang Menilai Sesuatu

Jaman ini, kopi sudah menjadi sebuah minuman yang dapat menghubungkan seseorang dengan orang lainnya. Dari kopi kemudian dapat tercipta ide – ide cemerlang yang kemudian dapat merubah dunia dan peradaban.

Jika Anda adalah seorang dengan basic programmer seperti saya, Anda pasti pernah mendengar bahasa pemrograman Java dengan logonya yang khas, yaitu secangkir kopi panas. Jika ditelisik lebih dalam, mengapa bahasa pemrograman tersebut diberinama Java dengan cangkir kopi sebagai logonya. Hal itu tidak lain karena penemunya sendiri mengawali idenya untuk mengembangkan bahasa pemrograman tersebut dari secangkir kopi yang berasal dari pulau Jawa. Hingga akhirnya saat ini setiap alat canggih yang digunakan hampir diseluruh kehidupan kita saat ini pun telah menggunakan fundamental dari bahasa pemrograman Java tersebut.

Begitulah kopi yang rasanya pahit sekalipun dapat bermanfaat sedemikian hebatnya pada kehidupan kita saat ini, tanpa kita sadari.

Lalu apa hubungannya kopi pahit dengan kopi susu dalam cara kita memandang sesuatu? Baiklah, saya akan coba menjabarkan cara pandang saya mengenai itu. Tentu ini adalah cara pandang saya yang tentu saja bisa subjektif. Karena saya tahu bahwa Anda pun memiliki cara pandang yang berbeda mengenai itu.

Saya akan mulai cara pandang saya dari pertemuan saya sore ini dengan seorang teman yang kebetulan mengajak saya untuk weekend bareng disebuah tempat sambil ngopi. Teman saya lebih awal sampai dilokasi, dan tentunya sudah memesan lebih dulu. Saya yang datang belakangan sama istri dan anak – anak langsung memesan kopi hitam dan susu terpisah.

Teman saya kemudian bercerita banyak mengenai apa yang ia alami beberapa hari sebelumnya. Baik masalah pekerjaan, rumah tangga maupun kehidupannya dalam menjalin hubungan pertemanan. Ada satu cerita yang membuat saya akhirnya mengupasnya dalam tulisan ini, yang mana kejadian dalam cerita tersebut sebenarnya tidak seharusnya terjadi, jika kita memahami kopi pahit dan susu dengan cara pandang yang agak berbeda.

Lalu saya katakan pada teman saya, “Bro, kamu tahu nggak kenapa banyak orang kok suka minum kopi, padahal kita sudah tahu rasanya pahit?” Teman saya tidak menjawab, dia hanya terdiam tenang, meskipun berbagai masalah berat baru saja ia lalui dan ceritakan pada saya. Saya mengerti, dia masih belum begitu bernafsu ingin tahu apa maksud saya menanyakan itu, karena beratnya masalah yang ia pikul.

Saya lalu melanjutkan, “Bro, hidup ini seperti secangkir kopi diatas meja kita ini. Meskipun kita sudah tahu rasanya pahit, kita masih saja suka meminumnya. Sesungguhnya, sadar atau tidak, kita sudah tahu kehidupan ini akan banyak masalah yang kita lalui. Namun, mau tidak mau kita harus lalui. Meskipun rasanya pahit dan warnanya hitam, itulah yang terbaik. Jadi kita harus tetap meminumnya. Ada yang mengatakan, khasiat kopi pahit banyak banget. Malah kopi pahit lah yang berguna untuk tubuh kita. Namun, karena keinginan, ego dan kemabukan kita terhadap rasa manis, terkadang kita masih saja ingin menambahkan gula dan susu kedalam kopi ini kan?” Saya lalu menuangkan susu kedalam kopi saya yang sudah mulai agak dingin.

“Hidup ini memang pahit seperti kopi, namun disitulah kita belajar mengenai banyak hal. Dalam rasa pahit itu kita harus bisa menimbang – nimbang pelajaran apa yang akan kita dapatkan. Jangan merasa rendah jika kita dihadapkan dengan masalah besar. Jangan merasa malu untuk meminta maaf dan merendahkan diri, jika itu baik untuk ketenangan hidupmu dan orang lain. Malah seharusnya kita bersyukur masalah itu datang, karena kita diberikan kesempatan lebih untuk belajar dan mengembangkan cara pikir dan sudut pandang kita.”

“Lihat kopi yang sudah tercampur susu putih ini. Warnanya jadi coklat seperti air keruh. Meskipun rasanya menjadi agak sedikit manis, namun belum tentu sehat untuk tubuh kita. Tidak selalu kopi yang warnanya hitam pekat dan pahit itu buruk. Begitupun susu yang warnanya putih dan manis, tidak selalu baik. Jika kita tidak ahli mencampurkan kadar kopi dan susu kedalam cangkir ini, tentu rasanya akan jadi berbeda.”

“Namun ketika pahitnya kopi berhasil kamu campur susu dengan kadar yang pas dan menciptakan rasa gurih yang tidak terlupakan, pastinya kamu akan bilang, ‘Wow kopi ini enak’. Kamu lupa susu yang ada dalam kopimu. Kasian susu, dia jarang banget diingat ketika kita sruput.”

“Lihatlah selalu permasalahan hidup ini dari dua sudut pandangmu, sama seperti meramu kopi dan susu. Maka kamu akan menjadi peramu terbaik dalam kehidupanmu. Tidak ada yang perlu kamu sesali pun pikirkan hingga membuat tidurmu tidak nyenyak. Semua itu hanyalah ujian agar kita bisa menjadi manusia seutuhnya dalam menempa diri. Jadilah dirimu sendiri dan dengarkan kata hati. Jangan sesekali menjadi orang yang bermuka dua, apalagi seperti Rahwana, bermuka sepuluh. Ikuti saja kata hatimu, lepaskan baik dan buruk, hitam itu pahit, putih itu manis, lepaskan itu semua, agar kamu dapat melihat masalahmu dengan jelas.”

“Meskipun pahit, kopi tanpa susu itulah yang bermanfaat. Tetapi, jika kamu ingin hidupmu lebih bahagia, campurlah susu dengan kadarmu. Cuma kamu harus ingat, susu yang kamu campurkan itu bakalan jarang disebut orang. Yang akan sering dibilang orang ya kopimu yang pahit itu. Artinya, keburukanmu akan lebih mudah diingat daripada kebaikan yang kamu lakukan.”

Teman saya kemudian menyela lagi dengan pertanyaannya. “Tapi kenapa orang yang jauh lebih tua, yang aku harapkan bisa menengahi permasalahan yang aku hadapi ini, malah tidak dapat memberikan jalan keluar apapun? Setidaknya mendamaikan dan menenangkan suasana lah.”

“Bro, orang yang lebih tua belum tentu ia lebih dewasa. Menjadi tua itu pasti, menjadi dewasa itu pilihan. Jika orang tua itu lebih suka memasukan susu kedalam kopinya, ketimbang memilih untuk meminum kopi yang rasanya pahit tadi, tentu ia tidak akan pernah tahu dan belajar memahami arti pahit itu sendiri. Lalu bagaimana bisa ia menempatkan sudut pandangnya terhadap permasalahan dari dua sisi, jika ia hanya tahu manisnya susu dalam kopi ini.”

Suasana kemudian menjadi hening, dan kami pun menikmati kopi kami yang sudah mulai dingin. Untunglah kami ingat meminumnya, karena dari tadi kami sudah berteori terus bagaimana mencampur kopi susu agar nikmat di sruput.