Ini adalah salah satu Pupuh Sinom dari Geguritan Sucita Subudi karya Ida Ketut Jelantik, sastrawan Bali asal Singaraja, dimana pada jamannya, bahkan sampai hari ini pun, karya beliau masih dinyanyikan di pelosok – pelosok desa, baik sebagai sarana hiburan maupun sebagai sarana untuk mulat sarira (penyadaran diri) yang dibalut dengan cerita apik Sang Sucita dengan kakaknya Subudi dalam melakukan pengembaraan di dunia ini.
Dalam bait ini sedikit dijelaskan mengenai tata krama dalam menjalin hubungan suami istri agar nantinya dapat melahirkan keturunan yang sehat, baik rohani maupun jasmani.
Disinggung pada salah satu baitnya bahwa ada sebuah lontar yang menyiratkan dengan jelas hal – hal tersebut, dimana lontar tersebut bernama Cumbana Sesana.
Untuk memperoleh keturunan yang baik tersebut, ada beberapa syarat dan waktu yang harus diperhitungkan. Misalnya, tidak boleh berhubungan badan pada saat Purnama atau Tilem (bulan mati). Begitu pula sehari sebelum Purnama (sering disebut Perwani), delapan hari setelah Purnama, pada saat datang bulan bagi yang perempuan sedangkan untuk laki – laki pada saat kondisi mental tidak baik.
Mengapa waktu berhubungan tersebut erat kaitannya dengan memperoleh anak yang suputra? Menurut saya, karena hal tersebut berkaitan erat dengan daya tarik gravitasi bulan terhadap bumi. Jika gravitasi bulan mempengaruhi pasang surut air laut, tentu itu akan berlaku sama dengan manusia bukan? Bukankah tubuh manusia terdiri dari 80% air?
Saya sendiri belum pernah membaca isi lontar tersebut, namun jika bisa saya simpulkan, bahwa tata krama dalam berhubungan yang dituliskan dalam geguritan ini menjadi hal yang sangat dasar dan penting untuk dilakukan untuk keberlangsungan hidup manusia, agar dapat memperoleh keturunan yang baik.
Hal tersebut mungkin yang menyebabkan Ida Ketut Jelantik meletakan bait ini dibagian awal karya beliau sebelum alur cerita Sucita Subudi tersebut dimulai.
Sebagian dari kita mungkin masih menganggap hal – hal semacam ini adalah hal yang tabu. Namun jika kita memiliki pikiran yang lebih terbuka lagi, ini adalah salah satu bentuk pelajaran sex yang diterapkan pada zaman itu. Pelajaran sex bukanlah hal tabu yang harus disembunyikan, namun perlu diketahui lebih dalam lagi dengan menyesuaikan kala / waktu yang tepat, sehingga menghasilkan keturunan yang baik / suputra.
Sex bukan hanya masalah nafsu. Namun juga mengenai keberlangsungan hidup manusia di Jagat Raya ini. Lebih dalam, sex adalah sebuah proses penciptaan, penyatuan energi feminin dan maskulin sehingga akhirnya terciptalah sebuah kehidupan baru yang kemudian kita beri nama anak.