{"id":274,"date":"2018-11-28T20:54:19","date_gmt":"2018-11-28T12:54:19","guid":{"rendered":"https:\/\/biantara.com\/?p=274"},"modified":"2018-11-28T20:54:27","modified_gmt":"2018-11-28T12:54:27","slug":"romantisme-indahnya-kehidupan-desa","status":"publish","type":"post","link":"https:\/\/biantara.com\/2018\/11\/28\/romantisme-indahnya-kehidupan-desa\/","title":{"rendered":"Romantisme Indahnya Kehidupan Desa"},"content":{"rendered":"\n
Beruntung sore itu saya mendapatkan momen yang sangat bagus. Tidak banyak kendaraan bermotor lewat disepanjang jalan yang bisanya rame berlalu lalang dari pagi hingga sore hari. Saya bersama tiga orang lainnya sore itu kebetulan mendapat tugas untuk mendak Mangku Siwa yang akan muput karya pengabenan sore itu.<\/p>\n\n\n\n
Sesampainya di Griya Mangku Siwa, saya duduk sebentar sambil meminum ice kopi yang baru saja saya beli di minimarket depan Griya. Baru saja saya duduk di Jineng, Mangku tampak datang dari timur. Tampaknya mangku baru saja selesai mesiram (mandi), sehingga kami harus menunggu sebentar.<\/p>\n\n\n\n
Kami mengobrol dengan Mangku istri yang sudah siap sedari tadi di Jineng. Biasanya di Jineng itu saya menemukan banyak buku dan lontar yang disusun oleh Jro Mangku Gde. Namun saat itu, saya tidak menemukannya disana lagi. Kata Jro Mangku Istri, buku – buku dan lontar sekarang sudah dipindahkan ke Bale Daja. Disana Jro Mangku Gde biasanya menghabiskan waktunya dari pagi untuk membaca buku dan menulis lontar jika tidak ada penangkilan yang datang. Karena malu untuk naik ke Bale Daja, saya lalu melihat foto – foto lawas yang terpajang disana. Kata Jro Mangku Istri, itu adalah foto ngaben sekitar tahun 60an.<\/p>\n\n\n\n